Paradoks Fermi: Apakah Kita Sendirian di Alam Semesta?

paradoks-fermi-teleskop-aristarchos-informasi-astronomi
Mungkinkah Bima Sakti, yang terlihat di atas teleskop Aristarchos di puncak Gunung Chelmos, Achaia, Kalavryta, Yunani, adalah satu-satunya galaksi di alam semesta yang menopang kehidupan?
ALEXANDROS MARAGKOS/ GETTY IMAGES

Tak perlu menjadi seorang ilmuwan untuk mengetahui bahwa alam semesta itu sangat besar. Diameter alam semesta mencapai 90 miliar tahun cahaya, dan hanya itulah bagian yang bisa kita amati. Penuh sesak dengan bintang, yang banyak di antaranya “mirip Matahari”, dan cukup banyak planet yang secara teoritis termasuk dalam kategori “layak huni”. Secara statistik, apakah kita sendirian di alam semesta? Apabila kita tidak sendirian, lalu di mana mereka?

Itulah pertanyaan yang diajukan oleh fisikawan Italia Enrico Fermi pada tahun 1950, yang selanjutnya dikenal sebagai Paradoks Fermi. Pertanyaan Fermi murni muncul dari spekulasi dan para ilmuwan masih berkutat di dalamnya. Hal ini karena minimnya informasi yang kita ketahui tentang galaksi kita, apalagi alam semesta itu sendiri, untuk menjadikan fakta sebagai dasar diskusi.

Jadi, para ilmuwan memulainya dengan formula sederhana, yaitu persamaan Drake, sebuah persamaan matematis untuk membantu kita menghitung peluang menemukan kehidupan di luar Bumi. Pada dasarnya, persamaan Drake adalah menentukan berapa banyak "bintang mirip Matahari" di alam semesta, kemudian berapa banyak dari mereka yang diorbit oleh “planet mirip Bumi”. Hanya dari ukurannya saja, alam semesta berpotensi mengandung 100 miliar planet mirip Bumi.

Angka sebesar itu tampak menggembirakan, jadi seharusnya kita dapat menemukan tanda-tanda peradaban asing. Lantas, kenapa kita belum juga menemukannya? Dari situlah spekulasi berasal. Dan para ilmuwan memiliki teori yang berbeda untuk menjawab spekulasi. Beberapa fisikawan mematuhi prinsip umum, anggapan sederhana bahwa Bumi dan manusia tidak terlalu istimewa; hukum yang mengatur biologi dan evolusi kita bersifat universal, dan fakta kita berevolusi menjadi spesies yang berakal adalah murni karena kebetulan.

Teori lain berpusat pada Great Filter dalam evolusi, yang memfokuskan diri ke “dinding” yang dalam beberapa titik tidak dapat dilampaui oleh evolusi. Perdebatan berkisar tentang garis waktu yang telah dicapai oleh manusia dalam Great Filter ini. Apakah kita satu-satunya spesies yang pernah melampaui Great Filter? Atau apakah filter masih terbentang di depan kita untuk dilampaui?

Tentu saja, banyak yang percaya terhadap eksistensi peradaban asing, bahkan mereka sudah ada di Bumi, tetapi disembunyikan oleh pemerintah, atau berada di Bumi, namun telah mati atau telah ditinggalkan. Ada pula yang meyakini kita sedang diamati oleh mereka, gagasan yang disebut hipotesis Kebun Binatang. Pemikiran yang paling menakutkan adalah ada beberapa spesies asing berteknologi maju yang menjadi predator antargalaksi, mendorong peradaban maju lainnya untuk menyembunyikan diri dan enggan menyatakan eksistensinya ke alam semesta. Karena mungkin saja peradaban yang sudah sangat maju, melenyapkan peradaban lain yang telah berevolusi untuk mengeliminasi kompetitor sebagai spesies unggul di alam semesta.

Tapi, mengingat minimnya data yang kita miliki, saat ini kita hanya bisa menatap bintang dan bertanya tentang eksistensi kita di alam semesta.



Ditulis oleh: Diana Brown, science.howstuffworks.com


#terimakasihgoogle

Belum ada Komentar untuk "Paradoks Fermi: Apakah Kita Sendirian di Alam Semesta?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel